(gue ga tau mesti diakhiri dengan huruf "Y" atau "H". Kalo pake "Y" artinya seneng, kalo pake "H" artinya sedih, kecewa. This certain day has 2 meanings. Satu seneng karena ini hari terakhir belajar, dua sedih, kecewa karena walopun hari terakhir belajar di sekolah tapi dilanjutkan dengan ULUM!!)
Secara singkat judul dari post ini telah dijelaskan di paragraf di atas. Sedangkan yang satunya lagi (ternyata saya seorang pembunuh) akan gue ceritakan...... sekarang.
Hari ini gw membunuh seekor KATAK dan seekor IKAN.
Mungkin bagi kalian itu biasa, tapi bagi gw, membunuh seekor katak (lebih ke membiusnya dengan cara merusak sarafnya) sangatlah berat dan melukai dan mengusik ketenangan jiwa gue.
Tadi gue praktek di lab. biologi dan karena masih lanjutan dari praktek sebelumnya, gue masih acara bedah-bedahan (waktu itu bedah ayam). Masalahnya adalah, si katak dan si ikan itu masih pada hidup dan kita harus bikin mereka pingsan dan kemudian dibedah hidup-hidup. Ya, kami bedah mereka dan kami beraktakin organ-organ dalemnya dengan jantung mereka masih berdetak. Sungguh mengerikan. Tidak semengerikan cara pembiusannya, terutama katak.
Lo tauuuuu... itu katak hidup mesti kita pegang dan kita jepit tangan-kakinya pake jari-jari kita terus kita tusuk jidatnya dan tusukannya dilintangin untuk ditusukkan dengan cara diputar (supaya isa masuk) ke arah punggung-tulang belakangnya untuk ngerusak sarafnya. Dengan saraf yang rusak, dia ga bakal bisa ngapa-ngapain, ga bisa gerak, loncat, bangun, dan bahkan (hopefully) merasakan kekejaman kami terhadapnya.
Dan yang membius si katak adalah gue. Artinya yang menusuk kepalanya dan merusak sarafnya adalah gue. Dan lo tauuuuu... Butuh keberanian dan ketegaan yang amat sangat untuk melakukannya. Plus ketidakmanusiawian (atau dalam kasus ini ketidakkatakawian) sangat diperlukan. Soalnyaa kalo kita ga tega untuk nusuk palanya dengan keras, yang ada meleset-meleset terus tusukannya, kulitna kan keriput-keriput ga kenceng gitu, ga kayak manusia.
Dan ngebolongin tengkorak sesuatu itu kan ga gampang, harusnya pake tenaga maaaann, dan gue ga tegaaa!!!
Gue bener-bener ngerasa kayak pembunuh. Dan nusuk pun dengan bolak-balik nutup mata. Dan gue pengen nangiiiiisss omigod!! Dan gue harus muter itu tusukan ke punggungnya dengan tidak berperasaan dan keras banget, susah banget nembusnya, dan tau-tau temen gw yang megang bilang itu udah jauh banget dan dia sampe ngerasain tusukannya itu di tangannya (di balik kulit kodoknya tentunya ya). Dan waktu gw mau cabut, itu tusukan ga bisa keluar dan yang ada malahan leher, kepala, dan kulitnya mulai dari punggung sampe kepala ketarik ke depan. OMIGOOODD!!! Gue dengan bodohnya narik-narik itu tusukan dengan tidak manusiawi sampe pada akhirnya gue denger juga temen gue yang megang udah teriak-teriak, "Diputer, Di! Diputer diputer! Diputer, Di!" Dan dengan diputer, dia keluar dengan mudah. Oh God! Dan mana si kodok bauuuuuu banget lagi!
1 laboratorium berisiiiiiik banget, penuh dengan ocehan, candaan, tawa, dan teriakan-teriakan anak-anak cewek yang melengking tinggi, cempreng, berulang-ulang, dan memekakkan telinga, Semua orang berseliweran, ada yang ngejar kodoknya yang lepas dan loncat-loncat di lantai. Oh. Mi. God.
Setelah si kodok pingsan, dia ditelentangin. Tergeletak tak berdaya dengan bodoh dan pasrah, mulailah kami membedahnya. Kulitnya digunting, dagingnya digunting, bentuk guntingannya yang bagus biar jelas waktu liat organnya. Begonya gue, gue gunting kulitnya pas ditengah dan itu berarti ngegunting pembuluh darah terbesarnya. Padahal tadinya pas dijelasin dan dicontohin udah dibilangin. Sial! Jadi, jadilah kodok kelompok kami berdarah-darah. Sampe di dadanya, kayaknya dadanya dari kartilago deh (atau tulang keras tapi karena tipis jadi gampang digunting ya?) Dan gue guntinglah itu dagingnya sampe ke dada dan kena tulangnya dan bunyi KREK gitu. O-MI-GOD!! Cuma, proses pembiusan (penusukan jidat) tadi jauh lebih mengerikan sebenernya.
Kodok udah siap diodol-odol organ dalemnya, kita tunggu deh gurunya buat ngejelasin. Ingat! Si kodok MASIH HIDUP. Jantungnya masih berdegup. Jedegup. Jedegup. Jedegup.
Guru gue dateng, dia ambil pinset dan dengan tangan polos, tanpa sarung tangan, dia pegang organ dalem kodok gue yang berdarah-darah."Ini kok berdarah-darah gini ya ini?"
Gue jawab, "Iya, Bu. Tadi kepotong pembuluh darah besarnya."
Sepertinya dia tidak peduli. Dia mulai ngejelasin. "Ini jantungnya, degupnya atas bawah ya. Liat kan? Yang ini hatinya nih, 1, 2, 3. Itu hatinya. Yang ini paru-parunya. Ini satunya lagi. Yang ini limfenya. Limfe atau liem. Yang ini lambungnya. Lambungnya ini nyambung ya sama ususnya. Ini sampe sini usus halus, dari sini usus besar. Kalo yang kayak jari ini cadangan lemaknya. Kayak jari ya? Kayak jari kan ini? Yang ini ginjalnya. Yang merah-merah agak item ini. Yang ada kayak garis kuningnya di tengah. Kalo yang putih-putih ini sarafnya. Kalo kita tarik... Nah... Merangsang kakinya gerak. (Dan kaki kodoknya pun gerak, nekuk, dan begetar, lalu kejang-kejang, lalu diam.) Nah, udah ya, saya jelasin sama kamu aja, nanti kamu jelasin sama temen kamu yang ikan ya."
Jadi ceritanya, dalam 1 meja ada 4 orang (kelompok besar). Masing-masing kelompok besar terdiri dari 2 kelompok kecil. Di praktikum kali ini, 1 kelompok besar dapet 1 kodok dan 1 ikan. Kelompok gue yang kodok. Yah untung juga sih, lebih asik. Hahahaha.. Psycho banget deh gue.. Btw, semuanya gue rekam dan foto. Temen gue yang megang kodok, Tommy namanya, bolak-balik bilang, "Psycho lu, Di! Psycho banget sih lu, Di!"
Hahahaha...
Terus, setelah selesai dijelasin, guru gue yang 1 lagi (yang udah tua, tapi ceplas-ceplos banget dan ubanan di garis belahan tengah rambutnya. Mari kita panggil Bu Unga alias Bu Uban Tengah (nama panggilan sayang Bu Dwi dari Nathan) bilang, "Yang udah selesai dibersihin ya! Dirapiin, dibersihin tempat kodok sama tempat ikannya, mejanya, sama wastafelnya juga harus bersih! Terus kodoknya diswike!"
Gue kaget.
Gue ga tau maksudnya apa.
Ternyata kita disuruh pisahin pinggang ke bawah supaya bisa dimasak swike untuk guru-guru, sedangkan pinggang ke atasnya dibuang. Kakinya mulai pergelangan ke bawah juga dibuang. Dan gue guntinglah itu. Dan lo pasti tau dong, kalo di pinggang itu ada tulangnya. Ibunya udah ga sabar ngeliat gue lama banget guntingnya, jadi yang pergelangan kaki langsung digunting sama dia pas lewat. Sedangkan yang pinggang, gue tetep berkeras supaya gue aja yang gunting. Dan gue gunting pingganya dengan tidak manusiawi, sambil kaget-laget dan tutup mata (pake tangan). Dan setelah beberapa kali mencoba, akhirnya pinggangnya pitus juga. Dan harus dikulitin. Cuma yang ngulitin akhirnya bukan gue. Tapi si Bu Ungan dateng lagi ke meja gue dan entah ngapain sampe kakinya yang udah digunting tadi loncat dari tempatnya ke buku lab. gue. OMIGOOOOOOD!!!!!! Buku gue pun jadi agak basah air + sedikit darah. Jadi di buku gue sekarang ada merah-merahnya bekas darah. IIIIIIIIIHHHH!!!! Dan waktu gue teriak-teriak tentang buku gue itu, si ibunya ngambil dan malah kayak mau ngelempar kakinya ke gue. DAN ITU KAKI ADA 2 CM DI DEPAN MUKA GUE!!!! Gue kaget dan spontan teriak dan loncat mundur dan sedikit nangis, tetap dengan disertai tawa. Ha... ha... ha...
Gw ga habis pikir. Gue aja yang cuma motong pinggangnya kodok sama nusuk palanya kodok bener-bener ga tega dan bener-bener mesti ga berperasaan untuk ngelakuinnya. Kenapa ada orang di luar sana bisa jadi se-psycho itu, jadi serial killer, atau golongan yang suka menyiksa golomgan lain yang dengan mudahnya ngebunuh banyak orang dengan disiksa abis-abisan tanpa perasaan ngilu, nyeri, takut, ga tega, kasian, dsb.
Gue berdoa bagi orang-orang di luar sana yang masih seperti itu, yang menyiksa orang lain maupun yang disiksa. Supaya mereka semua dibebaskan dari ke-psycho-annya. Dari kesengsaraanya..
Dan...
Rest In Peace ya Kodok..
Semoga kamu dimasak dengan bumbu yang enak dan menjadi makanan enak berprotein tinggi bagi guru-guru yang memakannya. (Kecuali bagi Ms. Tania, yang sudah dipastikan tidak akan memakannya.. No, uh uh. Not a chance.)
Selamat tinggal kodok...